
HaeHyuk as Main Character
Dont Like Character? Please Go Back.FF ini (bisa dibilang) lanjutan atau epilog dari FF TONIGHT
"5000 won untuk syal dan minumannya."/"YAAK! JADI INI SEMUA HARUS BAYAR?" /Saya gak ngerti ini prolog atau epilog dari FF Tonight/Summary Jelek/ HaeHyuk/BL/Ficlet/Pointless/Mian jika Fic ini termasuk Junk Fic atau Spam/ RnR please...
BLUE DAFFODIL
Han Rae
Mianhae...
Warning :: Typo (s), HAEHYUK Couple as Main
Character, Shonen Ai, Pointless.
Rate :: T Semi M
Lee Donghae dan Lee Hyukjae(Eunhyuk) milik GOD, Their Parents, SM Ent, Super Junior dan JewELFishy
Dont Like Dont Read
Please
press back button...
Flame
Allowed* but with solution too...
Jika kalian merasa ini adalah JUNK fic
/ Tidak pantas berada di Sub Screenplay, dengan lapang dada saya akan
menghapusnya...
Review Please...
.
Now Playing;
I Wanna Dance –
EunHae/HaeHyuk Japan Single
.
We are
.
Pertama
kali aku bertemu dengannya adalah saat aku bergabung dengan grup tariku
sekarang. Aku yang merupakan anak baru mendapatkannya sebagai guru pengajar ku.
Saat pertama kali aku melihatnya, aku ingat pasti kalau aku terjebak dalam pesonanya
untuk beberapa menit.
Dia... dia sungguh sangat... uh... tampan...
Aku malas mengakuinya
tapi... sungguh... aku tak mampu melawan auranya saat itu.
Dia bisa terlihat manis
plus tampan dalam balutan t shirt putih polos dan celana training hitam. He is such a
fucking beauty! So sexy! Rambut cokelat tuanya yang sedikit basah, keringat di tubuhnya, dan
senyumannya itu. Oh God... aku ingin
dia menjadi Ukeku.
“Heii~ Heeoooo~ ada orang
di sanaaaa?” Ia menusuk-nusuk pipiku dengan jari telunjuknya, yang sontak
membuatku tersadar, namun saat menyadari jaraknya sangatlah dekat denganku aku
sontak mundur beberapa langkah sembari memekik tertahan.
Ia sejenak terdiam
melihatku yang tengah mengatur nafas—yang entah mengapa tiba-tiba sangat
berantakan itu. Tapi beberapa detik kemudian tawanya lepas. “Kau harus lihat
betapa merahnya wajahmu! Kau sungguh lucu!” ujarnya sembari menepuk pundak
seseorang di sampingnya.
Aku mempoutkan bibirku kesal, ‘Wajahku merah gara-gara kamu tau!’
batinku dongkol.
Seseorang yang di
tepuk-tepuk pundaknya itu menempeleng kepalanya pelan. “Kau ini harusnya
memberi kesan yang baik pada muridmu, Hae,” ujar orang itu menasehati.
“Tapi kau lihat sendiri
‘kan? Wajahnya itu lucu banget!”
“Hah... sudahlah.” Orang
itu tersenyum meminta maaf sembari menatapku. “Mianhae ne, Hyukjae-sshi. Dia memang orangnya kaya gitu."
“Apa maksudmu hah?” dia
memekik tak terima. “Sh! Sudahlah sekarang aku tinggal kalian berdua. Bummie menungguku,”
ucapnya cepat sebelum meninggalkan kami. Aku terdiam menatapnya yang tengah
cemberut kesal ke arah orang itu.
“Hey, kau.” Dia berbalik
menatapku, aku memiringkan kepalaku bingung, “Hm?” gumamku bertanya. Ia tak
menjawab hanya diam menatapku intens. Wajahku sontak kembali memerah.
“Aku Lee Donghae. Siapa namamu?”
“L-Lee Hyukjae,” jawabku gugup. Ia menganggukkan kepalanya sembari
menatapku dari bawah ke atas lalu kembali ke bawah.
“Umurmu?”
“19 tahun.” Aku menunduk
malu. Namun tiba-tiba saja aku merasakan tarikan lembut di daguku.
Tangannya! Tangan namja itu kini ada di daguku memaksaku
untuk menatap matanya itu. Tuhan... ku mohon jangan biarkan aku pingsan... mata
itu... mata itu sungguh indah.
“Kau sangat manis. Kau
tak terlihat berumur sama seperti aku,” ucapnya sembari menurunkan tangannya.
Kalau biasanya aku akan marah kalau seseorang menilaiku manis, namun kali ini
aku hanya bisa terperangah tak percaya dengan wajah yang semakin memerah kala
Ia mengucapkan itu.
“Kau kenapa? Wajahmu
merah terus dari tadi. Apa kamu sakit?” ucapnya sembari menempelkan kening
kami.
DEG!
Jantungku seolah ingin
meloncat keluar saat melihatnya dalam jarak sedekat ini. Hanya kurang beberapa
senti lagi aku dapat merasakan bibirnya itu. AGH! Siapa saja ayo dorong aku
agar bibir kami bersentuhan!!
“Tidak panas. Tapi kenapa
wajahmu sangat merah?”
“Uh... entahlah,” ucapku
pelan. Ia tersenyum kecil sembari menganggukkan kepalanya. “Arraso. Sekarang
aku ingin kau menari di hadapanku agar aku tahu kemampuanmu.”
Ia mendorongku pelan lalu
berjalan ke depan dinding kaca di hadapanku.
“Mau lagu apa?”
Aku terdiam sejenak, “Apa
ada lagu No Other?”
“Ada sih, tapi... Ah...
itu kurang seru.” Ia berucap tak semangat di hadapanku, aku menyerit kesal. “Apa
maksudmu?”
Ia terdiam sejenak lalu
menatap ke kanan dan ke kiri. Aku menatapnya tak mengerti tapi senyuman—ah
tidak lebih tepatnya seringaiku muncul saat aku mendengarnya mengucapkan...
“Menggairahkan. Aku ingin
melihatmu meliukkan tubuhmu dengan sexy
di hadapanku” ...sembari menyeringai.
Ah, tidak... Ia terlihat
semakin mempesona dengan seringai di wajahnya.
“How about ‘Trouble Maker’?” ucapku sembari berkacak pinggang dan
tersenyum menggoda ke arahnya. Seringai di wajahnya semakin melebar.
“Tapi aku mau kau menari
bersamaku,” tambahku cepat. Ia terdiam sejenak lalu terkikik pelan, “Thats sound nice.”
Dump! Dump! Dump!
Musik intro lagu trouble
maker terdengar menggema dalam ruangan ini. Ia berjalan ke arahku dengan kedua
tangan di dalam saku celananya. Aku tersenyum kecil saat Ia sudah ada di depanku.
Ni
nun-eul bo-myeon nan Trouble Maker
Saat lirik pertama lagu
terdengar, aku langsung memegang lembut kedua pipinya memaksanya menatapku. Ia
sedikit tersentak dengan gerakanku yang tiba-tiba, namun itu hanya sebentar
sebelum Ia kembali melempar seringainya.
Aku berjalan ke
belakangnya, memasukkan tanganku di antara celah tangannya—seperti memeluknya
dari belakang, namun tanganku aku gerakan selembut mungkin di dadanya—sedikit
menggodanya mungkin.
Namun setelah beberapa
detik pasif terhadap gerakanku, Ia langsung menarik tanganku sehingga aku
menghadap ke arahnya. Seperti balas dendam Ia balik menggoda tubuhku dengan
mendekatkan kepalanya ke leherku dengan kedua tangan yang seperti membelai
pahaku.
Aku mendorong tubuhnya
cepat lalu kami melakukan gerakan dance
seperti yang ada di MV Trouble Maker.
Entah mengapa gerakan kami sama persis walau hal ini tak pernah di rencanakan.
Sampai saat bagian lagu
terakhir Ia berada di belakang tubuhku dan melakukan hal yang sama seperti aku
lakukan padanya saat pertama kali tapi aku tak menyangka kalau lidahnya bahkan
menjilat leher sampai telingaku yang tentu saja mau tak mau membuatku mendesah
karenanya.
Aku merosot jatuh sembari
memegang telingaku. Aku menatapnya tak percaya sedangkan Ia hanya menjilat
bibirnya dan berbisik “Manis.”
Ah, Sial. Sepertinya kali ini aku yang akan
menjadi Uke.
.
.
.
“YAK! Hyuuuukiiiie!”
GUBRAK!
“Ukh... A—appo...” Aku merintih pelan sembari
mengusap kepalaku yang mendarat terlebih dahulu ke lantai. Aku mendelik kesal
menatap seorang namja yang tengah
setengah mati menahan tawa di hadapanku.
“Jangan ter—“
“HUAHAHAHAHA!!” —telat.
“AKU BILANG JANGAN
TERTAWA!” teriakku kesal pada namja
yang tengah berguling-guling di hadapanku. Aku mendecih kesal lalu beranjak ke
dekatnya.
“Lee Donghae! Berhenti
kataku!” Aku menarik kerah bajunya secara paksa untuk membuatnya berhenti
tertawa, namun bukannya berhenti, tawanya malah semakin kencang.
Geraman kesal keluar dari
mulutku. Aku kini sudah berada di atasnya sembari mengguncang tubuhnya namun
tawanya tetap tidak berhenti. Aku terdiam sejenak lalu sedikit menyeringai
ketika sebuah ide terpintas di benakku.
Chup.
Dengan cepat aku mengecup
bibirnya dan sesuai perkiraanku tawanya berhenti. “Uph! Liat sekarang wajah
siapa yang harus di tertawakan,” ejekku sembari tertawa kecil. Donghae yang
tadi terdiam dengan mulut sedikit terbuka dan wajah bodohnya itu akhirnya mendelik
kesal.
Brugh!
“Ugh!” Aku merintih pelan
ketika dengan cepat Donghae memutar posisi kami—sekarang jadi aku yang berada
di bawahnya. Donghae menjilati bibir atasnya dengan seringai menggoda.
Ah tidak... aku telah membangunkan jiwa mesumnya.
“Hae~ Please jang—Ummph...”
Donghae langsung mencium
bibirku ganas. Bibir atas, bibir bawah dan lidahku habis di kecapnya. Aku tak
bisa mengelak atau meronta minta dilepaskan dari ciumannya ini karena ciumannya
ini bagaikan candu bagiku.
Wajahnya yang polos
ternyata tak menjamin kemampuannya berciuman. Entah karena instingnya yang
kuat, kemampuannya atau memang dasarnya Ia mesum, aku pasti terangsang hebat
walau hanya dengan permainan bibirnya saja.
“Sh! Kau benar-benar
terangsang, eoh?” ejeknya saat selesai menghajar bibirku, aku yang tengah
mengatur nafas mendelik kesal ke arahnya. “Itukan kar—Aah! Haeh!” aku mendesah
kencang saat tiba-tiba saja Donghae memeras juniorku.
Aku semakin mendelik
kesal ke arahnya. “Pergi dari atasku sekarang! Aku harus ke kamar mandi!” kesalku
sembari mendorongnya dari atasku. “Kalau aku tidak mau?” tanyanya dengan senyum
dan wajah polosnya. “Aku akan menjadikanmu ukeku!” ketusku kesal tapi Ia malah
terkikik, “Itu tidak mungkin sih. Tapi aku kasihan padamu~”
Ia berdiri dan duduk di
sampingku, Ia masih menyunggingkan senyum polos itu di wajahnya saat aku
mendelik kesal ke arahnya.
“Ah, ya. Hyukkie~.” Aku
yang hampir menggapai gagang pintu menatapnya kesal, “Ada apa?” ketusku. Ia
menggeleng pelan, “Um, gak ada apa-apa sih, cuma usahakan agar masturbasimu
cepat ne? Habis ini kita harus latihan buat besok.”
Aku menatapnya kesal. Bagaimana
bisa Ia berkata seperti itu dengan wajah polos tak berdosa seperti itu. Ah!
Wajahnya memang benar-benar menipu!
“Apa perlu bantuanku
untuk mempercepat masturbasimu?” tanyanya dengan seringai tak berdosa(?).
“DALAM MIMPIMU!”
BLAM!
Aku melangkahkan kakiku
cepat ke arah kamar mandi. Sedikit mengeraskan langkahku melepaskan kekesalanku
pada lantai tak berdosa di bawahku. Setelah sampai di depan toilet aku membuka
dan menutup pintu toilet dengan kasar.
“Uh... benar-benar
tegang...,” desisku lemas ketika melihat hasil kerjaan Donghae tadi. Aku mulai
mengurusnya sembari membayangkan Donghae. Desahan yang mengucapkan namanya terdengar
memenuhi kamar mandi ini. Aku benar-benar gila karenanya.
Jika kalian bertanya
tentang hubunganku dengan Donghae maka jawabanku hanya satu, yaitu Aku ’pun ingin tahu. Kami baru kenal
dua bulan yang lalu tapi entah mengapa Ia sudah berani menciumku dan
memperlakukan aku seolah aku adalah miliknya. Awalnya aku marah akan
perlakuannya padaku, namun entah mengapa aku tak bisa menolak perlakuannya
karena aku ‘pun sangat menyukai perlakuannya padaku.
“Ash...” aku mendesah
lega ketika semuanya telah tuntas, aku segera membereskan semuanya dan beranjak
keluar dari toilet itu.
Aku harus segera ke
tempat latihan dan melanjutkan melatih gerakan dengan Donghae. Besok adalah
pertama kalinya aku muncul untuk acara dance.
Walau aku adalah anak baru tapi tubuhku dan gerakanku yang terbilang sangat
bagus itu membuatku langsung terpilih tanpa seleksi untuk mengikuti acara ini.
Selama dua minggu penuh
aku dan Donghae berlatih koreo. Pada
minggu pertama kami melatih koreo dengan
beberapa orang yang ikut terpilih namun karena kamilah ‘peran utama’ dalam
acara itu kami dapat jatah lebih banyak untuk berlatih dan... tentu saja
Donghae dapat lebih leluasa ‘menikmati’ waktu kita berdua.
Tapi dia tidak ‘seganas’
yang kupikirkan. Ku kira aku akan ‘habis’ olehnya selama satu minggu ini, namun
yang ku dapatkan adalah latihan penuh tanpa berhenti! Ah, serasa di neraka
dilatih oleh dia, tapi tetap saja di akhir latihan dia pasti menyempatkan waktu
untuk menikmati bibir ataupun leherku.
Aku menyerit bingung
menatap Donghae yang tengah berdiri di depan pintu ruang latihan sembari
memainkan gadgetnya. Donghae yang
seolah sadar sedang di pandangi menatapku lalu tersenyum lebar.
Haish, senyumannya benar-benar manis.
“Kamu terlalu lama
masturbasinya sih, waktu kita memakai ruangan ini sudah habis tau,” ujarnya
sembari melemparkan tasku. Aku terdiam lalu menunduk merasa bersalah. Walaupun
itu tetap karena perbuatan Donghae, rasa bersalah tetap menyelimutiku.
“Uph! Kau ini benar-benar
bodoh ya. Ini kan tempat les kita jadi kita bebas menggunakan ruangan latihan
semau kita.”
Aku mendongkak menatap
bingung Donghae yang tengah tertawa geli. Aku memproses ucapan Donghae tadi.
Satu detik, dua detik, ti—
“YAAK!! KAU MENIPUKU
HAH!?” —Dan tawanya semakin meledak. Ia bahkan sampai memegang perutnya dan
bersender ke pintu saking tawanya yang tak kunjung berhenti.
Aku menggeram kesal lalu
memunggunginya, “Kau benar-benar menyebalkan, dasar ikan mesum jelek!”
Tawanya masih saja
terdengar yang semakin membuat wajahku memerah malu.
“Haish! Bisa di—“
Chup!
Di saat aku berbalik Ia
langsung mengecup bibirku, kali ini hanya kecupan singkat. Aku membatu
menatapnya yang tengah tersenyum sembari mengacak rambutku. “Aku hanya tak
ingin besok kamu kecapekan, makanya aku memutuskan untuk menyudahi latihan hari
ini. Sudahlah ayo pulang.” Aku terdiam menatapnya yang berjalan terlebih dahulu
di hadapanku, sedangkan aku membatu di tempat. Ia tertawa kecil saat melihatku
tak bergerak dari tempat dan kembali ke tempatku berada lalu menggenggam
tanganku.
“Jangan bengong, babbo!”
guraunya sembari mencubit ujung hidungku. Aku hanya mempoutkan bibirku sembari memakinya kesal. Tapi walaupun seperti itu
saat ini aku sedang mengatur detak jantungku, aku yakin wajahku kini sudah
sangat merah karena ciumannya tadi dan kini karena genggaman tangannya yang
hangat itu.
Sial. Sepertinya aku benar-benar jatuh cinta
padanya.
...
“Huachi!”
Donghae tersentak kaget
lalu menatapku khawatir, “Dingin?”
Aku tersenyum kecil lalu
mengangguk pelan, Donghae menghela nafas pelan.
“Eh?” aku menatap Donghae
tak percaya, kini Ia tengah memakaikanku setengah syal yang di pakainya. “Aku
juga kedinginan, jadi aku pakaikan setengah saja, ne? Santai saja syal ini
memang di desain untuk dua orang kok,” ujarnya sembari menghangatkan tanganku
dengan tangannya, Ia menggosokkan tangan kami lalu meniup-niup tanganku. Rasa
hangat tidak hanya menyelimuti tanganku tapi wajahku kini juga menghangat.
“Ah, di sana ada mesin
penjual minuman.” Ia menarikku ke dekat mesin itu, “Mau apa? Kopi atau teh
hangat?”
“Teh hangat saja,”
jawabku pelan, Ia mengangguk lalu mulai memasukan beberapa koin uang ke dalam
mesin itu. Ia menunduk mengambil dua kaleng dan memberikan satu kaleng padaku.
“Go-gomawo,” ucapku pelan saat menerima kaleng teh hangat yang di
berikannya, Ia menatapku lalu tersenyum kecil, “5000.” Aku menyerit bingung,
“Ha? Apa?” firasatku mulai ga enak.
“5000 won untuk syal dan
minumannya.”
“YAAK! JADI INI SEMUA
HARUS BAYAR!?” pekikku tidak terima, Ia mengangguk santai. Aku menggeram kesal
lalu dengan terburu-buru melepaskan syal dari leherku, tapi Donghae menahan
tanganku.
“Lepaskan! Aku tak mau
memberikan 5000 won padamu! Dasar ikan matre!” kesalku padanya, Ia hanya
tertawa lalu kembali memasangkan syal itu pada leherku.
“Aku cuma bercanda.
Kesehatanmu tak mungkin senilai dengan 5000 won.” Ia terkikik di hadapanku
sembari mencubit pipiku gemas.
“Tapi wajahmu tadi tidak
terlihat seperti bercanda,” ucapku kesal sembari mempoutkan bibirku. Ia hanya tertawa pelan. Kami terus bercanda dalam
perjalanan pulang kami namun saat di tengah jalan aku baru menyadari sesuatu.
“Rumahmu kan berbeda arah
dengan rumahku.”
“Yup, lalu?”
Aku menyerit bingung,
“Lalu kenapa kau mengantarku pulang?”
Ia terdiam sejenak lalu
berhenti tepat di depan rumahku, Ia tidak menatapku malah mendongkak menatap
bulan di langit.
“Hey, Hae, kenapa kamu
mengantarku?” tanyaku sekali lagi, Ia kini menatapku sembari tersenyum. Aku
sedikit tersentak ketika tangannya mengelus pipiku lembut.
“Aku hanya tak ingin milik
yang berharga ini kenapa-kenapa di jalan.”
Waktu seolah berhenti
saat Ia mengatakan itu padaku dengan senyuman lembutnya. Sinar lampu jalan di
belakangnya membuatnya semakin bercahaya dan tampan di mataku. Bola matanya
tidak menyiratkan kebohongan, semua itu terlihat tulus.
“Um, Ha—uaapppo!! Lepas, lepaaaas!!”
aku meronta kesakitan ketika Ia dengan keras mencubit pipiku, “Ha! Kau harus
lihat wajahmu sudah seperti apel,” katanya di tengah tawa renyahnya.
Aku mendorong badannya
menjauh dari aku lalu mengusap kedua pipiku, Ia tertawa kecil melihatku yang
tengah mendumal kesal.
“Sudah sana masuk!”
“Tanpa kau suruh juga aku
pasti masuk,” ketusku sembari berbalik memasuki rumahku, saat melihatku
berbalik Ia pun mulai berjalan menjauhi rumahku.
“Hae!” Ia berbalik
menatapku bingung, aku tersenyum kecil lalu melambaikan tanganku
“Good Night!”
...
“YAK! GELADI RESIK
SELESAI! MOHON KERJA SAMANYA!” teriak Donghae setelah gerakan terakhir dance kami selesai, aku tersenyum kecil
sembari mendudukan tubuhku. Aku melihat Donghae yang tengah mendiskusikan
sesuatu dengan kru di belakang panggung.
“Donghae Oppa sangat sibuk ya...”
Aku menatap seorang yeoja yang entah sejak kapan berada di
sampingku, yeoja itu tersenyum kecil
lalu menyerahkan sebotol air mineral padaku. Aku tersenyum lalu menggumamkan “Gomawo.”
Yeoja itu bernama Jessica. Dia juga salah satu anggota yang terpilih untuk
mengikuti acara itu. Aku benci padanya—tidak sepenuhnya, sih. Tapi aku sangat
benci padanya yang sangat sering dekat-dekat dengan Donghae.
“Hey, Oppa boleh aku bertanya sesuatu?”
“Tanya apa?”
“Donghae Oppa punya pacar tidak?”
Aku nyaris tersedak
minumanku saat mendengarnya bicara seperti itu. Aku menatapnya tak percaya,
“Donghae punya pacar atau tidak?” ulangku memastikan, Ia mengangguk cepat.
Aku terdiam sejenak.
Selama ini Ia tak pernah menceritakan hal pribadinya sampai soal pacarnya, aku
hanya mengetahui letak rumahnya dan tentang keluarganya. Tapi jika dilihat
keseringannya latihan di tempat latihan mungkin Ia tak punya pacar.
“Mungkin Ia tidak punya,”
jawabku pelan yang di sambut tawa bahagia dari yeoja di sampingku.
“Kalau aku menyatakan
perasaanku pada Donghae Oppa akan
diterima tidak ya?”
Rasa sesak menghampiri
tubuhku saat mendengar ucapan Jessica. Aku menatapnya tak percaya sedangkan Ia
menatapku bingung, “Oppa? Waeyo?”
“Ah? K-kamu pasti di
terima! Kamu kan cantik, terus baik dan pinter dance lagi. Kamu pasti benar-benar cocok dengan Donghae!” ucapku
sembari tersenyum di paksakan, yeoja
itu tersenyum senang.
“Gomawo Oppa! kamu telah
menaikan semangatku! Sehabis acara ini aku pasti akan mengutarakan perasaanku
padanya!” ujarnya riang sebelum pamit pergi.
“Babbo,” lirihku sembari menyembunyikan
wajahku di antara kedua tanganku. Rasa sesak di tubuhku semakin menjadi. Bayang-bayang
Donghae bersama Jessica muncul di benakku. Mataku terasa sangat panas.
“Hyukie? Waeyo?” Aku
mendongkak menatap Donghae yang tengah berada di hadapanku. Aku tersenyum
kecil, “Gwaenchana, Hae.”
“Benarkah? Tapi wajahmu
sangat pucat...” Donghae memegang keningku lembut, “...Hyuk, badanmu panas.”
Aku tersenyum kecil lalu
melepaskan tangannya dari keningku, “Aku sehat kok. Ayo kita siap-siap,
sebentar lagi giliran kita ‘kan.”
Donghae mengangguk
sembari tersenyum ragu, aku lalu menarik tangannya mendekati panggung. Tepat
saat aku dan Donghae sampai di dekat panggung, nama kami berdua dipanggil.
Kami berdua mengangguk
lalu menaiki panggung. Kami menampilkan tarian kami dengan sempurna, namun satu
hal yang mungkin tak akan di sadari oleh penonton, aku selalu memutuskan kontak
mata ataupun kulit sebisaku saat tampil dengannya.
Riuh tepuk tangan menutup
penampilan kami, dengan nafas yang terengah aku dan Donghae pergi ke luar
panggung. Namun saat di belakang panggung Donghae langsung menarikku pergi ke
tempat yang sedikit sepi.
“Apa mak—“
“KAU INI KENAPA SIH!?”
Aku menyerit bingung,
“Apa maksudmu?”
“Kau ini membuat
penampilan kita tidak sempurna! Kenapa kau selalu menghindar saat kita
berkontak hah!? Lalu gerakanmu tadi lebih mirip seperti robot! Perasaanmu tidak
keluar saat menari tadi!”
Aku menunduk merasa
bersalah. Sudah sewajarnya Donghae marah padaku namun aku tak bisa berkontak
dengannya terlalu lama karena aku sangat merasa sesak saat berkontak dengannya.
Saat menatap matanya rasanya aku benar-benar ingin menangis.
“Ak—“
“Oppa!” Aku tersentak saat mendengar suara Jessica memutus ucapanku.
Aku menatap Jessica sembari tersenyum miris.
“Ada apa, Jess?” tanya
Donghae sembari menatap Jessica bingung. Jessica tak menjawab Ia hanya
menatapku dengan pandangan memohon.
“Aku pergi dulu.
Sepertinya Jessica ingin bicara denganmu,” ucapku cepat sembari berbalik pergi,
aku tidak memperdulikan suara Donghae yang memprotes kepergianku. Aku harus
cepat-cepat pergi sejauh mungkin dari tempat itu. Aku tidak ingin mendengar
saat Donghae menerima Jessica.
Tanpa aku sadari air
mataku mengalir saat aku berlari menjauh dari tempat itu. Perasaan sesak itu
sudah tidak bisa aku tahan yang membuatku terus saja menangis. Nafasku
tiba-tiba terasa menghilang, kekuatanku untuk berlari ‘pun tiba-tiba menghilang.
Dengan memegang kepalaku yang terasa sangat berat aku terjatuh. Beberapa staf
yang melihatku terjatuh menghampiriku dengan wajah khawatir. Sampai akhirnya
warna hitam menyelimuti penglihatanku.
.
.
.
“...bangun... aku mohon
bangunlah...”
Sayup-sayup aku dengar
suara seorang di dekatku. Perlahan aku membuka kedua mataku yang terasa sangat
berat dan menemukan sosok Donghae yang tengah menatapku khawatir.
“H-hae?” aku bergumam
lirih sembari menatapnya sayu, Ia sedikit tersentak ketika mendengar suaraku
namun akhirnya Ia tersenyum senang.
“Akhirnya kamu bangun
juga, Hyuk.”
“Dimana aku?” tanyaku
bingung sembari menatap ke sekeliling.
“Di kamarku.” Aku
tersentak sembari menatapnya tak percaya, “K-Kenapa bisa aku ada di kamarmu?”
Donghae memutar bola
matanya, “Kau tidak ingat ya... tadi kau pingsan tau.”
“PINGSAN!?” pekikku tak
percaya, Donghae mengangguk malas.
“Tapi kenapa bisa aku di
sini? Bukannya seharusnya aku ada di rumah sakit atau di ruang istirahat, ya?”
tanyaku tidak mengerti.
“Ruang istirahat tidak
ada di tempat kita mengadakan acara, sedangkan rumah sakit sangat jauh dari
tempat acara jadi aku disuruh membawamu ke tempatku. Merepotkan tau.”
Aku menunduk, “Mianhae”
“Hum, Ah, tapi ada satu
hal yang membuatku bingung...” Aku memiringkan kepalaku tidak mengerti. “Dari
kesaksian staf yang menolongmu, dia bilang kamu menangis. Benarkah?”
DEG!
Aku terdiam ketika kilas
balik kejadian sebelumnya kembali terputar di pikiranku. Aku tersenyum kecut,
“Selamat ya, Hae.”
Donghae menyerit bingung,
“Apa maksudmu?”
“Semoga hubunganmu dengan
Jessica berjalan lancar.”
“Eh? Tunggu, ap—“
“Kamu tahu, Jessica itu
anak yang baik jangan sampai kau membuatnya terluka.”
“Hyuk, di—“
“Jangan duakan dia, dia
pasti akan sang—“
“DIAM!”
Aku tersentak ketika
Donghae tiba-tiba saja berteriak. Wajahnya menyiratkan rasa tidak suka.
“Berhenti memaksakan
dirimu, babbo!” lirihnya.
Aku tertawa dipaksakan,
“Siapa yang memaksakan diri? Lihat aku bahagi—“
“MANA ADA SESEORANG YANG
BAHAGIA TAPI MENANGIS DENGAN WAJAH SEPERTI ITU!” Aku kembali tersentak entah
sejak kapan air mataku kembali mengalir.
“I-ini air mata bahagia,”
elakku sembari menunduk. Aku tidak berusaha menghapus air mataku, karena
faktanya aku sama sekali tidak mampu menggerakkan tubuhku.
“Tatap aku,” ucap Donghae
pelan namun memaksa sembari naik ke atasku. Ia mencengkeram kedua tanganku
kuat. Namun aku tak berani menatapnya.
“UCAPKAN PERASAANMU YANG
SEBENARNYA LEE HYUKJAE!!” Donghae berteriak tepat di hadapanku yang sontak
membuatku menatapnya.
“AKU TAK INGIN KAU BERSAMANYA!!”
teriakku sedih, air mataku semakin deras mengalir. Donghae menatapku tak
percaya.
“Aku tak ingin kau
bersama orang lain selain aku! Aku tak mau kau jadi milik orang lain! Aku ingin
kau jadi milikku! Hanya milik—umph...” ucapanku terhenti ketika Donghae melumat
bibirku lembut. Ia tidak memaksa kali ini, sentuhannya benar-benar lembut
seolah mengungkapkan kalau...
“Saranghae, Hyukie.”
Aku terbelak tak percaya,
air mata kembali mengalir aku mengalungkan tanganku di lehernya, “Nado... Nado
saranghae”
Ia kembali melumat
bibirku, awalnya sentuhan lembut penuh kasih namun semakin lama lumatannya
semakin memaksa dan semakin dalam. Jika aku bukanlah manusia pasti ciuman ini
berlangsung lebih lama namun kebutuhan oksigen memaksaku untuk mendorong
tubuhnya dan melepas lumatan kami.
“Hyuk...” Aku menatapnya
dengan nafas terengah, Ia menatapku dengan wajah serius yang tak pernah Ia
tampakan padaku, “Aku ingin kamu seutuhnya.”
Aku tersenyum lalu
menariknya mendekatiku, “Akupun ingin kamu seutuhnya.” Ia tersenyum lembut lalu
mulai kembali melumat bibirku.
Tidak seperti tadi, kini
Ia langsung melumat bibirku kasar. Tangannya ‘pun tak tinggal diam, tangannya
perlahan masuk ke dalam bajuku, mengusap dengan lembut punggungku. Perlahan
tangan kiri yang tadi Ia gunakan untuk menekan tengkuk Ia turunkan dan Ia
gunakan untuk bermain dengan daerah selatanku. Desahanku semakin menjadi ketika
Ia bermain dengan bagian sensitif di bawah sana. Aku menggelinjang kenikmatan.
Entah sejak kapan baik aku ataupun dia sudah setengah telanjang.
Ia menatapku meminta
ijin, aku hanya mengangguk lemah mengijinkannya. Memekik saat Ia memasukiku
dengan sekali dorongan. Ia melumat bibirku mencoba menetralkan rasa sakit yang
aku terima. Perlahan kami mulai menikmati permainan liar kami. Desahan yang
menyerukan nama masing-masing, bunyi kulit yang saling bersentuhan dan decitan
kasur memenuhi kamarnya. Tidak ada yang ingat sudah berapa ronde kami bermain
tahu-tahu kami sudah tergeletak lemas di atas tempat tidur dengan saling
berhadapan dan masih saling berhubung.
Nafasnya menyentuh
wajahku, Ia tersenyum pelan lalu tertawa kecil, “5 atau 7 tadi?” tanyanya.
“Entahlah, aku tak
ingat,” jawabku lemas. Donghae merapikan poniku yang berantakan lalu
mengecupku.
“Aku keluarkan ya?”
ujarnya sembari menunjuk ke bawah, aku menatapnya lalu menggeleng pelan,
“Jangan, aku mau merasakanmu sampai pagi.”
“Yadong.”
Aku mendelik menatapnya,
“Kalau aku yadong terus kamu apa!?”
Ia terkikik pelan lalu
merengkuhku lembut, “Aku cuma bercanda, Chagi,”
ujarnya lembut sembari mengelus kepalaku sayang.
“Hae,” aku mendongkak
menatapnya yang tengah tersenyum lembut ke arahku, “Hm?”
“Saranghae.” Aku
tersenyum kecil ketika mengucapkannya, Donghae mengecup dahiku lembut.
“Nado saranghae”
.
.
.
THE END
*author elap idung*
Miaaaaaaaan!! *berlindung
di balik Hae
Mianhae judulnya random,
saya ga bakat bikin judul sebenarnya -.-“
Mianhae, author anak baik
yang cuma bisa baca tapi ga bakat nulis NC ini menyajikan NC setengah-setengah
di Fanfic ini... mianhae -.,-
Mianhae kalo di sini
kesannya Hae yadong banget~ :(
Oya mian juga kalo
pointless ga jelas FF ini, idenya ngalir plus ilang cepet banget pas saya
ngeliat FULL VER I Wanna Dancenya EunHae~ KYAAANG!! They’re so sexy baby~, Hyukie pake tuksedo so cute, Hae pake
tuksedo kyang~ so sexy!! *fangirlingan*
Yah walaupun itu cuma
480px tapi cukuplah buat menutupi hasrat(?) saya :3
Last,
Review Please~
0 comments:
Post a Comment